Samudera Kehidupan

MENYELAM LEBIH DALAM KE DASAR

SAMUDERA KEHIDUPAN1)

Oleh : I Ketut Donder2)

donder5PENDAHULUAN
Hidup sebagai manusia sungguh-sungguh utama, karena kelahiran sebagai manusia tidak mudah untuk diperolehnya. Kitab suci Sarasamuccaya menguraikan bahwa; kesempatan lahir dan hidup sebagai manusia sungguh amat mulia walaupun hidup sebagai seorang pengemis atau peminta-minta. Keutamaan manusia sesungguhnya terletak pada pikirannya, dengan pikirannya itu manusia mampu menolong dan menyeberangkan dirinya dari lautan sengsara. Oleh sebab itu manusia harus benar-benar menggunakan dan mengolah pikirannya sedemikian rupa dan digunakan untuk menyempurnakan kehidupannya.Kecerdasan pikiran manusia dalam memaknai kehidupan ini ditandai dengan kemampuannya untuk menerima antara yang sakala (fisik) dan yang niskala secara netral. Artinya bahwa manusia tidak dapat mengabaikan keduanya, keduanya harus digapai dan digunakan seperti seekor burung yang terbang tinggi dengan menggunakan kedua sayapnya. Seekor burung tidak mungkin mampu terbang jika sayapnya hanya sebelah saja. Manusia tidak dapat hidup hanya secara rohani saja (niskala), juga tidak dapat hidup bahagia hanya dengan fisik (sakala) saja. Kehidupan manusia ada dalam dua realitas, yakni hidup sebagai mahluk material (sakala) dan mahluk spiritual. Walaupun demikian, dari dua jenis kehidupan itu, yang satu adalah kehidupan sementara dan yang satunya lagi kehidupan kekal. Hidup secara spiritual adalah kehidupan kekal, oleh sebab itu manusia bagaimanapun keadaannya tidak boleh menyia-nyiakan hal rohani, karena kehidupan rohani itulah dasar dari kehidupan manusia di atas bumi ini.

 

PEMBAHASAN

Ada banyak sloka suci yang memberi petunjuk atau penjelasan bahwa manusia adalah mahluk yang paling mulia yang mesti bertingkah laku mulia. Sebagaimana uraian-uraian sloka Sarasamuçcaya berikut :

1.    Hanya manusia yang dapat melaksanakan perbuatan baik atau buruk :  

Ri sakwehning sarwa bhuta, iking janma wwang juga wênang gumawayaken ikang subhāsubhakarma, kuneng panêntasakêna ring subhakarma juga ikangasubha-karma phalaning dadi wwang  (Sarasamuçcaya 2)

’Di antara semua makhluk hidup, hanya yang dilahirkan menjadi manusia sajalah, yang dapat melaksanakan perbuatan baik ataupun buruk, ber uapaya untuk melebur ke dalam perbuatan yang baik, segala perbuatan yang buruk itu, demikianlah gunanya (phala-nya) menjadi manusia’
Sloka Sarasamuçcaya di atas dengan sangat jelas menguraikan bahwa kesempatan dilahirkan menjadi manusia sungguh-sungguh merupakan kesempatan yang amat mulia. Sebab ketika dilahirkan menjadi manusia sajalah, memiliki peluang untuk  berbuat baik ataupun buruk, dan dengan wiweka-nya manusia dapat melebur semua perbuatan buruknya menjadi perbuatan baik. Artinya bahwa dengan wiweka manusia dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, dengan kemampuan untuk mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk, maka manusia semestinya hanya memilih yang baik-baik saja. Ketika manusia dalam keadaan tertentu sehingga tidak sadar telah berbuat yang tidak baik dan kemudian cepat-cepat sadar dan segera memperbaikinya dengan berbuat baik serta tidak mengulangi lagi, maka itulah manusia yang telah menggunakan kesempatannya sebagai mahaluk yang paling mulia. Mahluk lain seperti; hewan dan tumbuhan tidak memiliki kesempatan untuk memperbaiki perbuatannya, sebatang pohon yang roboh menimpa bangunan suci sekalipun tidak dapat dipersalahkan. Demikian juga seekor binatang membuang kotoran di tempat suci sekalipun tidak dapat dipersalahkan, karena mahluk di luar manusia tidak terkena hukum perbuatan baik maupun buruk.

2.    Jangan Pernah Menyesal Dilahirkan Sebagai ManusiaBanyak orang hidup dengan penuh penyesalan, karena hidup dalam kemiskinan. Ketidakseimbangan jiwa memang dapat membuat manusia tidak dapat mensyukuri dirinya sebagai manusia. Namun ketika manusia memiliki pengetahuan tentang kebenaran, ketika mata pengetahuan tentang jiwa telah terbuka, maka niscaya kebodohan akan lenyap dan kala itu baru muncul pengetahuan tentang hakikat kelahiran menjadi manusia yang harus disyukuri walau hidup sebagai peminta-minta. Sebab sungguh sulit untuk beroleh kelahiran menjadi manusia walau kelahiran hina sekalipun. Sehingga kelahiran tak boleh disesali, hal ini sangat jelas diuraikan dalam sloka berikut :

Matangnyan haywa juga wwang manastapa, an tan paribhawa, si dadi wwang ta pwa kagöngakêna ri ambêk apayāpan parāmadurlabha iking si janmamanūsa ngaranya, yadyapi candalayoni tuwi (Sarasamuçcaya 3)

’Oleh karena itu janganlah sekali-kali bersedih hati, sekalipun hidupnmu tidak makmur, dilahirkan menjadi manusia itu, haruslah menjadikan kamu berbesar hati, sebab amat sukar untuk dapat dilahirkan menjadi manusia, meskipun kelahiran hina sekalipun

Sloka di atas dengan sangat jelas menguraikan bahwa tidak perlu bersedih hati jika hidup melarat atau tidak makmur (tidak kaya), tetapi sebaliknya kelahiran sebagai manusia yang harus menjadikan manusia berbesar hati. Manusia juga harus melihat kehidupan yang lainnya, kelahiran dan kehidupan sebagai mahluk lain; bukan sebagai manusia mengalami penderitaan yang jauh lebih besar dari manusia. Sebatang pohon tak mampu berpindah sendiri untuk menghindari panas dan dingin, seekor binatangan tak mampu membela diri ketika disembelih dan dimakan dagingnya oleh manusia. Tetapi; manusia dapat perpikir, berkata, berbuat; membela diri serta dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk serta dapat memilih yang baik-baik saja. Oleh sebab itu kelahiran sebagai manusia yang paling melarat sekalipun harus dosyukur dan tidak boleh ada penyesalan terhadap kelahirannya apalagi sampai bunuh diri karena tidak bisa menerima kenyataan hidup. Untuk menghindari hal itu, maka setiap orang penting sekali membaca petunjuk-petunjuk kehidupan yang telah tertuang dalam ajar agamanya masing-masing.

3.    Dilahirkan Sebagai Manusia Sungguh-sungguh UtamaSetiap hari terdengar keluhan dari orang-orang di manapun, ada yang mengeluh karena penghasilannya yang berkurang. Ada yang mengeluh karena mengalami kerugian dalam bisnisnya, ada yang mengeluh karena istrinya tidak bisa melahirkan. Sementara itu ada juga orang yang mengeluh karena istrinya terlalu banyak melahirkan. Ada juga orang kaya yang mengeluh karena terlalu banyak orang minta sumbangan dan dijadikan donator dalam berbagai proyek kemanusiaan. Pendek kata dunia ini lebih banyak dihuni oleh manusia yang terlalu banyak keluhan dari pada manusia yang bersyukur. Demontrasi di berbagai tempat, unjukrasa besar-besaran, merupakan wujud keluhan akibat ketidakadilan dari salah satu pihak dan ketidakadilan muncul karena adanya ketidaksadaran masing-masing akan hakikat keutamaan manusia, sebagaimana uraian sloka berikut:

Apan iking dadi wwang, uttama juga ya, nimittaning mangkana, wênang ya tumulung  awaknya sangkeng sangsara, makasādhanang  subhakarma, hinganing kottamaning dadi wwang ika (Sarasamuçcaya 4)

’Menjelma menjadi manusia itu adalah sungguh-sungguh utama, sebabnya demikian, karena ia dapat menolong dirinya dari keadaan samsara/sengsara (lahir dan mati berulang-ulang) dengan jalan berbuat baik, demikianlah keuntungannya menjadi manusia’

Setiap orang sangat penting diingatkan agar setiap saat dapat menyadari keutamaan dan keistimewaan lahir sebagai manusia. Sebab dengan kesadaran yang tinggi terhadap keutamaan kelahiran sebagai manusia, maka seseorang tidak akan mengeluhkan kehidupannya betapa pun keadaannya. Itulah pentingnya sesama manusia untuk saling mengingatkan satu sama lainnya. Ketika ada orang lain menyia-nyiakan hidupnya maka orang yang ada di dekatnya harus segera menyadarkan bahwa hidup ini memiliki arti yang sangat penting yang tidak boleh disia-siakan. Setiap manusia secara sadar harus berupaya  mengarahkan kehidupannya kepada kehidupan yang benar, itulah cara yang paling bijaksana dalam menolog dirinya sendiri.

4.    Percuma Dilahirkan Sebagai Manusia Jika Tidak Berbuat KebajikanAda banyak sekali manusia dewasa ini yang salah dalam mengartikan atau memaknai kehidupannya. Mereka memahami bahwa kehidupan ini hanya satu kali saja, sehingga dalam kehidupan yang sekali itu mereka berhasrat untuk memenuhi segala keinginannya. Mereka lalu membuat proyek-proyek kepausan indria. Dalam upaya pemuasan indria-indrianya tidak pernah mempertimbangkan baik atau buru, tetapi pertimbangannya yang adalah ”kepuasan”. Kehidupan seperti inilah yang disebut kehidupan yang sia-sia dan setelah kematiannya akan menyebabkan penderitaan yang tiada taranya.

Hana pwa wwang tan gawayaken ikang subhakarma, tambaning narakaloka kangên lara, pejah pwa ya, wong alara maraning desa katunan tamba ta ngaranika, rūpa ning tan katêmu ikang enak kolahalanya. (Sarasamuçcaya 5)

’Ada orang yang tidak mau melakukan perbuatan baik (orang semacam itu) dianggap sebagai penyakit yang menjadi obat neraka loka, apabila ia meninggal dunia, maka ia dianggap sebagai orang sakit yang pergi ke suatu tempat yang tidak ada obat-obatan, akhirnya ia selalu tidak dapat memperoleh kesenangan dalam segala perbuatannya’

Sebelum datangnya penyesalan yang tiada taranya, semestinya manusia harus sejak dinia menyadari apa yang harus diperbuat dan apa yang harus tidak diperbuat. Berbuat kebajikan seharusnya menjadi tujuan setiap orang untuk mewujudkan kebaikan sosial.

5.    Pergunakan Kesemapatan dengan Baik dalam Kelahiran Sebagai ManusiaDalam banyak sastra dinyatakan bahwa bumi tempat manusia hidup ini merupakan laboratorium roh (atma). Di atas bumi inilah roh dicuci untuk dapat kembali ke alam Maharoh (Āman) yang juga biasa disebut Paramātman. Ketika roh menempati badan wadah manusialah, maka ia dapat mengalami proses pencucian yang paling baik. Oleh sebab itu kelahiran sebagai manusia harus dipergunakan sebaik mungkin, sebagaimana diuraikan dalam sloka berikut:

Paramarthanya, pêngpêngên ta pwa katêmwaniking si dadi wwang, durlabha wi ya ta, sāksāt bandaning mara ring swarga ika, sanimittaning tan muwah ta pwa damêlakêna (Sarasamuçcaya 6 )

’Kesimpulannya, pergunakanlah dengan sebaik-baiknya kesempatan menjelma menjadi manusia ini, kesempatan yang sungguh sulit diperoleh, yang merupakan tangga untuk pergi ke sorga, segala sesuatu yang menyebabkan agar tidak jatuh lagi, itulah hendaknya dilakukan’.

6.    Tantangan Hidup di Era Kaliyuga Mungkin terlalu muluk-muluk jika dewasa ini kita berobsesi (bercita-cita) untuk membangun masyarakat ideal, masyarakat yang memiliki standar moral bagaikan ”manusia dewa”, tetapi seandainya masyarakat dapat menerapkan lima sloka Sarasamuçcaya di atas, cukup itu saja, nampaknya tidak sulit untuk mewujudkan masyarakat yang baik atau masyarakat ideal. Hanya saat ini manusia semakin banyak yang mampu menghafal bahkan seluruh isi kitab suci, hanya sedikit sekali yang diterapkan. Itulah persoalannya!. Walaupun demikian orang-orang yang ideal masih tetap ada, namun mereka dikubur oleh keadaan dunia yang menyenangi gemerlapnya dunia.

Di era Kaliyuga ini sebagian besar umat manusia lebih tertarik dengan hal-hal yang bersifat material. Karena kecenderungan tersebut, akhirnya banyak juga orang-orang menggunakan siasat-siasat material untuk mengembangkan kekuasaan, mengembangkan pengaruh, dan bahkan mengembangkan agama. Oleh sebab itu hidup di era Kaliyuga itu tidaklah gampang untuk menghindari tantangan. Tetapi bagi orang-orang yang selalu berbuat baik akan selalu dilindungi oleh Tuhan, sebagaimana uraian kitab suci Bhagavadgita;

AnNyaiéNtyNto ma’ ye jna” pyuRpaste –

teza’ inTyai.yuµana’ yog=em’ vhaMyhm( —

ananyàú cintayanto màý ye janàá paryupàsate,

teûàý nityàbhiyuktànàý yoga-kûemaý vahàmy aham

Bhagavadgita IX.22.

Akan tetapi mereka yang menyembah-Ku, samadhi kepada-Ku saja, kepada mereka yang teguh dalam keyakinan mereka, Aku akan menganugerahkan apa yang mereka butuhkan serta memelihara apa yang telah mereka miliki.

 

 

PENUTUP

Hidup sebagai manusia sungguh-sungguh sangat beruntung karena hanya manusialah mahluk yang dianugerahi pikiran yang memungkinkan manusia mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Kehidupan sebagai manusia harus dipergunakan sebaik mungkin untuk berbuat dharma atau kebajikan, hanya untuk berbuat baik itulah sesungguhnya hakikat kelahiran manusia. Hanya manusia yang mampu melakukan perbuatan baik dengan kesadarannya. Jika manusia mampu menyelam jauh ke dasar kehidupan, maka harta yang akan diperoleh adalah kebahagian dari hasil kebajikannya.

 inkarnasi

Gbr. Evolusi Kehidupan

Manusia Merupakan Puncak Ciptaan Tuhan

______________

1)  Makalah disampaikan Program Pengabdian Masyarakat Fakultas Brahma Widya IHDN Denpasar di Gunung Gambar, Ngawen, Kabupaten Gunung Kidul Yogyakarta, pada hari Jumat tanggal 23 Mei 2008.

2)   I Ketut Donder, adalah Dosen Fakultas Brahma Widya IHDN Denpasar, selain sebagai dosen juga penulis buku-buku Hindu, sepuluh karyanya telah ada di tengah masyarakat dan karya-karya lainnya dalam persiapam, banyak judul yang siap diterbitkan.

One response to “Samudera Kehidupan

  1. Pingback: MENYELAM LEBIH DALAM KE DASAR SAMUDERA KEHIDUPAN | manacikapura

Leave a comment