Sikap Yang Konsisten

by Made Sumiarta

Ada seorang gadis buta yang membenci dirinya sendiri karena kebutaannya itu. Tidak hanya terhadap dirinya sendiri, tetapi dia juga membenci semua orang kecuali kekasihnya. Kekasihnya selalu ada disampingnya untuk menemani dan menghiburnya. Dia berkata akan menikahi kekasihnya hanya jika dia bisa melihat dunia.
Suatu hari, ada seseorang yang mendonorkan sepasang mata kepadanya sehingga dia bisa melihat semua hal, termasuk kekasihnya. Kekasihnya bertanya, “Sekarang kamu bisa melihat dunia. Apakah kamu mau menikah denganku?” Gadis itu terguncang saat melihat bahwa kekasihnya ternyata buta. Dia menolak untuk menikah dengannya.

Kekasihnya pergi dengan air mata mengalir, dan kemudian menulis sepucuk surat singkat kepada gadis itu, “Sayangku, tolong jaga baik-baik mata ku.”

Anda mungkin sudah pernah mendengar cerita ini sepertihalnya Saya, namun setiap kali saya membacanya kembali cerita ini saya mendapat hal yang berbeda.

Saya teringat seorang sahabat yang malu mempertemukan orangtuannya dengan sahabat-sahabatnya karena orangtuanya orang desa, culun dan tidak bisa membaca, padahal semasa anak-anak Ia begitu bangga dan dekat dengan orang tuanya, hanya karena Ia disekolahkan agar Ia lebih pandai, dibelikan pakaian yang bagus agar Ia bisa sama dengan teman-temannya lalu sekarang Ia menjadi malu memperlihatkan orangtuanya yang sudah menjadi lusuh dan keriput karena berkerja keras untuknya. Semoga kita bukan salah satu bagian dari cerita diatas.

Dilingkungan kerja sering juga terjadi hal yang sama, ketika pertama kali seorang karyawan diterima berkerja Ia begitu Rajin, tertib, sopan dan bersemangat tinggi, lalu Ia diberi kesempatan untuk berkembang pada jabatan yang lebih tinggi, diberi fasilitas, diberi waktu dan biaya untuk belajar, seminar, workshop dan pelatihan-pelatihan lainnya sehingga Ia menjadi orang yang diperhitungkan banyak kalangan, disisi lain karena kepintarannya, karena pengalamannya Ia menjadi sulit untuk menghargai, sulit diberi masukan, mulai melawan, mulai membangkang dan membodoh-bodohkan pemimpin yang telah memberikannya kesempatan padanya untuk berkembang. Jika kita pada posisi pemimpin dalam cerita ini bisa jadi kita IKLAS atau bisa jadi kita MENYESAL karena telah membesarkan Anak Macan.

Kita semua berhak atas segala hal yang lebih baik, namun tentunya sebagai manusia yang beragama kita perlu memperhatikan hukum-hukum, kaidah-kaidah yang ada. Tentunya kita perlu obyektif dalam penilaian, karena umumnya kita sulit menjadi obyektif ketika penilaian itu untuk diri kita sendiri.

Setiap AKIBAT pastilah diawali oleh SEBAB yang mestinya kita tanggung, seringkali kita tidak mampu menyadari, tidak mampu menemukan SEBAB atas AKIBAT yang kita terima, lalu akhirnya kita REAKTIF, MARAH, MEMBENCI, MENYALAHKAN, berpikir telah terjadi ketidakadilan, yang pada akhirnya menciptakan SEBAB baru tentu dengan AKIBAT yang baru juga, demikian seterusnya sehingga tanpa kita sadari kita telah menciptakan nasib kita sendiri bahkan mungkin takdir kita sendiri dari akumulasi SEBAB yang kita lakukan.

Sepanjang sejarah Saya membangun usaha saya jarang sekali ditipu karyawan, bahkan pada usaha yang belum tentu saya tengok setahun sekali, andaipun ada biasanya hal-hal kecil dan segera ada saja pihak yang memberi tahu. Secara pasti saya tidak tahu mengapa tapi dalam kesadaran saya, saya tidak berlaku curang pada siapapun, saya selalu mengajarkan kejujuran sebagai pondasi utama dalam berkerja dan berusaha, bahkan menjadikan mereka sebagai mitra dalam menentukan penghasilan mereka sendiri.

sumber :madesumiarta.com

One response to “Sikap Yang Konsisten

  1. nyoman guna adnyana

    everything allright,Om Cantih,Cantih,Cantih,Ommmmmm…..

Leave a comment